Selasa, 21 Januari 2014

Optimis, Dekat, Bermakna

Optimis, Dekat , Bermakna

            Perkenalkan , saya Anas Wicaksono seorang mahasiswa biasa yang mempunyai sebuah mimpi besar untuk menciptakan sebuah departemen yang benar-benar dekat dengan semuanya, mahasiswa, pejabat kampus, dan bahkan supir bikun. Ya semua itu memang mimpi, tetapi mimpi yang akan terwujud bersama Adkesma BEM UI 2014. Optimisme dapat hadir kapanpun, dimanapun, dan untuk siapapun jiwa-jiwa yang memiliki mimpi. Tetapi menurut saya optimisme sejati adalah ketika kemauan besar diracik bersama niat yang tulus serta dipadukan bersama kemampuan yang memadai. Ya itulah optimisme sejati, bukan sekedar optimisme di bibir saja. Optimisme harus ada pada diri setiap orang, tidak peduli siapa dia, apapun pekerjaannya, semua orang harus tetap optimis jika ia ingin hidup. Tidak sedikit orang yang memutuskan mengakhiri hidupnya karena dia telah kehilangan asa. Merasa keadaan sudah tak dapat diubah, merasa masalah kehidupannya adalah masalah terberat yang pernah ada, dan banyak sebab banyak orang kehabisan harapan. Apakah kita ingin menjadi manusia yang kehabisan energi akibat tak punya rasa optimis? Hanya diri kita yang dapat menjawabnya. Optimisme ini lahir awalnya bukan dari dalam jiwa ini yang mungkin sedang tertidur. Kata-kata penyemangat dari teman terdekat, orang tua, akhirnya membangunkan optimisme yang telah tertidur sekian lama. Sejenak saya berpikir mengapa mereka menyemangati saya ketika saya pun tidak punya rasa sedikitpun untuk berlari mengejarnya? Apakah mereka mengenal saya melebihi diri saya sendiri? Ya pertanyaan inilah yang masih saya cari jawabannya. Lalu saya pun mulai berpikir, mengapa mereka begitu percaya pada saya, sedangkan saya tidak percaya pada diri saya sendiri? Jawabannya adalah “saya tidak mengenal diri saya dengan baik” selam ini. Lalu Allah pun mengirimkan jawabannya melalui teman saya. Ia mengajak saya bersama teman yang lain untuk menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari teman-temannya. Ya disaat itu saya sadar bahwa masih banyak hal yang perlu saya benahi dan rasa optimis untuk memperbaikinya pun muncul. Ya saya membuktikan bahwa optimisme dapat muncul ketika kita sadar apa yang kurang dari diri kita dan kita memiliki kemauan untuk memperbaikinya. 
            Dekat ? Apakah arti dekat ? 5 cm ? Ya itu memang dekat. Tapi menurut pandangan saya dekat adalah ketika kita bisa berjalan beriringan mencapai tujuan, diselingi senda gurau, tangis, dan beragam konflik. Ada yang bilang kamu tidak akan menemukan sahabat sejati dalam kesenangan, persahabatan sejati akan kita temukan ketika kita telah merasakan merasakan beragam keadaan bersamanya. Kedekatan tidak dapat dibangun dalam satu malam, kedekatan adalah akumulasi dari proses saling percaya, jujur, dan saling mendengarkan satu sama lain. Jika ingin dekat, selamilah kepribadian nya dan cobalah berada pada posisinya. Jika ingin dekat, hilangkanlah niat-niat miring yang menjadi alasan untuk dekat dengan dia. Ya itulah semangat awal mengapa departemen ini haruslah #Dekat dengan semuanya.

            Bermakna ? Apakah arti bermakna ? Apakah meninggalkan goresan kesan di hati setiap orang yang merasakannya ? Bisa. Tapi yang terpenting apabila kita ingin memberikan makna untuk orang lain adalah berikan manfaat sebesar-besarnya tanpa diselingi pamrih, ingin dipuji, dan berharap terima kasih. Karena manfaat itu tak dapat dilihat, namun dapat dirasakan. Karena “…..Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

catatan : ini adalah karya otentik dari pemikiran saya untuk mengajukan diri sebagai Calon Kepala Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM UI 2014

Sabtu, 04 Januari 2014

Berdiri diantara keraguan

Halo selamat sore , di hari liburan semester 5 yang gue rasa belom diisi sama hal yang produktif ini, akhirnya gue coba berniat untuk menulis apa yang selama ini menjadi concern gue. Ya sudah dua tahun gue berkecimpung di dunia per-BEM-an tepatnya di dunia Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa. Awal mula gue ikut BEM emang jujur sih, gue cuma tau soal BOPB. Ya BOPB itu salah satu cara pembayaran yang ada di UI dimana mahasiswa bisa menyesuaikan besaran biaya kuliah mereka berdasarkan kondisi perekonomiannya. Ya sesempit itu, omong kosong lah kalo gue bilang dulu gue pingin masuk BEM karena 'pingin kontribusi' , 'pingin ngasih manfaat buat orang lain', ya gue waktu tahun pertama bukan orang yang berpikir sekritis itu untuk menentukan alasan kenapa gue harus memilih suatu hal. Ya akhirnya mungkin setahun di BEM FE yang gue harapkan emang gak kesampaian, karena ya memang dulu alesan gue ikut BEM FE ya karena BOPB sedangkan gue setahun gak diberi amanah buat pegang itu. Tapi mungkin hal ini juga salah satu alasan dulu gue gak pingin di BEM FE lagi makanya gue mau cari tempat baru untuk menemukan apa yang sebenernya sreg sama gue.
Tahun kedua tepatnya semester 4 gue daftar di BEM UI, BEM yang selalu dipandang sebelah mata sama mayoritas orang di fakultas gue. Gak paham gue kenapa sebabnya, antara sifat chauvinis orang-orang FE atau emang itu faktanya. Memang ada banyak perbedaan dari segi struktur organisasi maupun interaksi antar bidang disini, tapi menurut gue bukan sebuah masalah. Satu perbedaan yang gue rasa di awal adalah plotting pekerjaan untuk staf gak dibagi setelah staf menyampaikan keinginan tentang dimana mereka pingin kerja. Tau-tau udah di plot gitu deh, untungnya gue dapet apa yang dulu gak gue rasain pas di FE dan ini terbilang kerjaan paling krusial di Adkesma yaitu Advokasi Biaya Kuliah sama Penerimaan Mahasiswa Baru. Gak kebayang kalo gue dapet kerjaan yang sama kayak waktu di FE, mungkin tahun ini bakalan jadi tahun yang sama membosankannya sama tahun kemaren. Setahun disini gue gak begitu ngerasain stigma negatif yang dipercaya sama anak-anak FE tentang BEM UI justru sebaliknya. Disini gue melihat kehidupan organisasi yang lebih alami dan menyenangkan ya salah satu faktornya mungkin karena orang-orang yang ada disana terutama Kepala Departemen sama Deputinya nya yang bisa mencairkan suasana juga sih. Ya walaupun harus gue akui dari sisi profesionalitas emang gak bisa banyak gue pelajari dari sini. Tapi apalah arti profesionalitas yang dibangga-banggakan kalo gue aja gak bisa menikmati perjalanannya :).
Tiba saat-saat krusial dimana kita Adkesma departemen yang terkenal karena gak pernah libur akhir tahun karena ngurusin maba mulai hectic. Yasudahlah banyak hal yang cukup gue dan anak adkesma yang tau jadi gak perlu dijabarin disini, pelik bro.
Nah sekarang tuh udah abis nih masa-masa di Adkesma (kecuali buat yang lanjut haha) dan disinilah apa yang disebut 'kaderisasi' dimulai. Ya awalnya gue masuk Adkesma BEM UI emang gak ada niat buat ngincer jabatan Kepala Departemen di tahun depannya sih, cuma entah mengapa mendekati akhir-akhir kepengurusan mulai deh tuh ceng-cengan 'kadept tahun depan' mulai bergema. Nah disini nih sebenernya awal munculnya rasa keragu-raguan gue antara 'maju' atau 'mundur'. Alasan maju sebenernya banyak, cuma ya ada aja yang bikin ragu.
Alasan gue ragu yang pertama adalah tahun ini adkesma nya itu kece banget lah, gue yakin dampaknya buat masyarakat UI secara luas banyak banget tentunya bareng-bareng sama adkesma fakultas juga. Disini ada faktor pemimpin-pemimpin yang keren juga sih. Pastinya ekspektasi orang banyak soal adkesma tahun depan jauh lebih baik dari yang sekarang dong, tugas berat nih :). Kedua, gue sadar kalo dari sisi kepribadian banyak hal yang perlu gue perbaiki terutama dari segi pengendalian emosi, yang merupakan modal penting sebagai seorang pemimpin. Ketiga, gue terlalu serius dalam menjalani kehidupan ini. Mungkin hal ini juga yang kadang gue kadang gak bisa menikmati hidup gue, karena gue suka lupa kalimat "why so serious?" hahaha. Tapi dibalik hal-hal yang membuat gue ragu ini, tentunya masih banyak alasan kenapa gue gak boleh berenti disini. Selama masih ada yang percaya sama gue, dukung gue, semangatin gue, gue akan berusaha untuk gak ngecewain mereka semua.